Wednesday, December 28, 2016

Pengalaman Pertama ke Luar Negeri




Sebagai cah ndeso yang semasa kecilnya maen aer di kali code dan selokan mataram, pergi ke luar negeri adalah sebuah hil yang mustahal. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk pergi ke luar negeri, atau pergi ke suatu tempat yang jauh dari tanah air Indonesia. Jangan kan ke luar negeri, ke Jakarta saja saya mikir seribu kali karena gk betah panas dan macet.

Kalo ke Geylang Singapur mas? Belum. Ke Malaysia? Belum juga. Ke negara Lesotho ASEAN lainnya? Soyo meneh dul. Lha wong keluar Jawa saja baru dua kali, ke Bali dan ke Maros, Sulawesi Selatan. Ke Bali karena ikut piknik taman kawak-kawak 2 hari 3 malam, ke Maros karena layat sodara yang meninggal. Wes piye nek ngono kui?

Tapi ya yang namanya kehidupan itu misteri. Hidup dah ada yang ngatur, yang namanya rejeki gk akan kemana dan gk akan salah orang. Pada tahun 2012 yang lalu saya mendapatkan kesempatan untuk ke luar negeri, waktu itu tujuannya adalah ke Portugal. Dalam hati saya sempat ragu, belum pernah ke LN dan gk ada pengalaman ke LN tapi begitu dapat kesempatan ke LN langsung jauh perginya ke ujung barat benua biru, di tepi samudera atlantik sana. Setelah dipikir-pikir, ya sudahlah berangkat aja wong rejeki juga.

Persiapan yang saya lakukan cukup ribet, harus tanya sana tanya sini (matur nuwun untuk semua yang sudah membantu saya, nuwun sanget). Bikin Paspor 48 halaman di Imigrasi, ngurus SKCK hingga ke Mabes Polri (ampun om 😂), ngurus dokumen hingga ke Kemenlu dan Kemenkumham, serta request Visa Schengen ke Kedubes Portugal. Sempat ngalami kejadian yang cukup bikin nyengir juga waktu di Jakarta, karena dikira mau eksodus dari Indonesia. Hehehe...😂😂

Dari Itinerary atau rencana perjalanan yang saya dapat, saya harus menempuh rute Jogja – Jakarta – Kuala Lumpur – Amsterdam – Lisbon – Porto. Rute perjalanan yang cukup bikin garuk-garuk kepala karena harus beberapa kali transit dan ganti maskapai. Rute itu kurang lebih 14.000 km, transit 4 kali, ganti maskapai 2 kali, dan durasi perjalanan sekitar 30 jam. We o we banget lah rutenya....😁

Maskapai yang saya gunakan adalah Garuda Indonesia untuk Jogja - Jakarta, Jakarta – Kuala Lumpur –Amsterdam memakai KLM Belanda, dan Amsterdam – Lisbon – Porto dengan TAP Portugal. Sedangkan untuk persiapan saya ke Portugal ini cukup lumayan, traveling bag saya isi full sesuai jatah kapasitas yang diberikan maskapai, dalam hal ini saya mendapatkan 20 Kg plus 8 kg 10 Kg untuk backpack saya. 

Hari yang dinanti akhirnya datang juga, saya pun akhirnya berangkat ke LN juga. Ke Yurop bulan Juni bro, kalo kata Roxette “It’s a bright, June Afternoon”. Hehehe....

Flight pertama Jogja – Jakarta, saya masih biasa saja. Masih semangat, cuman agak kikuk karena harus narik luggage 20 kg kesana kemari.

Flight kedua Jakarta – Amsterdam via Kuala Lumpur, saya deg-degan karena baru pertama kali ini “ngreyen” paspor ijo saya dan agak merasa aneh melihat pramugari bule londo yang menyambut di depan pintu masuk pesawat, serta sedikit amazed melihat pesawat yang berukuran lebih gedhe dari yang biasanya saya lihat.

KLM di Bandara Soekarno-Hatta

Waktu di dalam pesawat KLM, saya terkagum-kagum melihat interior pesawat ; ukurannya lebar, ada 2 lajur jalan, 3 ruas kursi penumpang, video di setiap seat, dll yg mana kesemuanya merupakan sesuatu hal yang baru buat saya. Maklum, biasanya pol mentok cuman naek Pramex Jogja – Solo, atau Logawa Lempuyangan – Purwokerto. 😏

Setelah take off, pramugari yang bertugas memberikan makan malam. Saya memesan chicken atau fish kalau tidak salah. Lumayan enak juga. 

Setelah sekitar 2 jam mengangkasa, flight kembali landing di Kuala Lumpur untuk transit. Semua penumpang di minta turun dari pesawat agar kru bisa membersihkan pesawat dan menyiapkan segala sesuatunya untuk long flight ke Amsterdam. Ketika keluar di Kuala Lumpur, saya tidak kemana-mana karena hanya transit sekitar 40 menit. Saya hanya duduk di ruang tunggu menunggu kembali untuk dipanggil masuk kembali ke pesawat. 

Transit di Kuala Lumpur

Menjelang tengah malam, pesawat yang saya tumpangi kembali mengangkasa. Makanan kembali disuguhkan bagi para penumpang. Cukup berlimpah juga makanan dan minuman di KLM ini, beberapa penumpang saya perhatikan mondar-mandir mengambil makanan kecil dan minuman pada saat sebagian penumpang tertidur lelap. Saya sendiri lebih memilih untuk menonton film yang disediakan, serta melihat bagaimana pesawat ini melaju melalui layar yang ada di depan saya.

Sang pilot saya perhatikan memacu pesawat Boeing 777-200 ini dengan sangat kencang, speed indicator menunjukkan speed 800-900 km/jam diatas selat malaka dan mencapai puncaknya pada 1.020 km/jam atas teluk Benggala. Kencang sekali pesawatnya, hampir Mach 1. Mungkin karena faktor angin juga.

Menjelang pagi hari, waktu Eropa, pesawat mulai bersiap untuk landing di bandara Schipol Amsterdam. Sang pilot memberikan informasi bahwa traffik penerbangan cukup padat di Schipol pada pagi hari sehingga harus sedikit bersabar menunggu. Setelah cukup lama menunggu pesawat pun akhirnya touch down di Schipol pada pukul 06:13 dan penerbangan kedua saya pun berhenti disini. Welcome to Europe kata salah seorang teman saya asal Inggris ketika menyapa saya. 

Gate C, Schipol, Amsterdam

Ada perasaan senang, excited, bingung serta minder juga ketika keluar dari pesawat dan menjumpai pemandangan yang berbeda. Bandara Schipol ini ternyata sangat besar, bersih, teratur, dan sangat akomodatif. Sementara orang-orang sudah berjalan cepat dan bahkan sebagian berlarian menuju ke luggage claim atau ke pintu keluar, saya selama satu jam setelah keluar dari pesawat masih muter-muter di area Gate tempat saya keluar dari pesawat tadi. Langkah kaki saya maksimal hanya sejauh 100 meter dari Gate. Masih minder dan kagok, heheheee...

Setelah membaca ulang itinerary yang saya bawa, mengecek ulang tiket untuk flight selanjutnya ke Lisbon, dan mengumpulkan semangat dan kekuatan, serta merapal mantera. Saya pun mulai memberanikan diri untuk melangkah jauh meninggalkan tempat dimana saya tadi hanya bisa muter-muter dan celingak-celinguk gk jelas. Hal pertama yang saya cari adalah lobby utama atau Gate untuk flight saya yang selanjutnya.

Tidak terlalu sulit untuk menemukan Gate yang saya cari karena banyaknya papan petunjuk yang ada di bandara ini. Gate yang saya cari  ternyata tempatnya berada di lantai 2, saya pun segera menuju ke tempat itu. Setelah melewati sedikit masalah ketika melewati metal detector petugas imigrasi yang bisa dengan fasih mengucapkan “Terima Kasih” akhirnya saya sampai di area departure saya. Suasana di Eropa sendiri sedang hingar bingar karena pagelaran Piala Eropa sedang berlangsung.

Bandara Schipol, Amsterdam

Jatah transit saya di Schipol ini cukup lama, sekitar 4 jam, jadi saya punya banyak waktu untuk berkeliling, sarapan hingga menggunakan internet yang biayanya sekitar 6 euro perjam. 

Bandara Schipol ini kalau pagi hari sangat ramai seperti pasar, tapi kalau sudah diatas jam 10 pagi suasana mendadak sepi. Sangat kontras dengan apa yang terjadi dipagi hari. Sempat saya hitung jumlah flight yang depart pada pagi hari, jumlahnya mencapai sekitar 500 flight. Bisa dibayangkan seperti apa padatnya dan ramainya bandara ini. Untuk ukurannya, andai kita berjalan kaki dari terminal C ke terminal H, akan membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Silahkan diukur sendiri kira-kira seluas apa bandara ini.

Flight ketiga, yaitu ke Lisbon dijadwalkan sekitar pukul 11:45 siang, pesawat datang terlambat dan semakin terlambat lagi karena mendapat titipan bagasi dari penerbangan lain sehingga harus menunggu lagi sekitar 30 menit untuk loading bagasi ke dalam pesawat. Suasana cukup berbeda dengan flight sebelumnya, penerbangan ini cukup ramai dengan orang-orang yang sibuk berbicara, tertawa. Kondisi interior pesawat juga berbeda, kembali ke penerbangan lokal Eropa.

Pukul 13:30, Pesawat take off meninggalkan Amsterdam menuju ke Ibukota Portugal. Lama penerbangan sekitar 2 jam. Selama penerbangan saya tidak makan apa-apa, hanya sebungkus roti dan teh manis serta air putih, jatah ransum dari maskapai. Pesawat landing di Lisbon sekitar tengah hari. Time Difference antara Portugal dengan wilayah Eropa lain adalah 1 jam karena Portugal adalah GMT +0. 

Sewaktu di Bandara Lisbon ini, saya merasa sudah kelelahan karena lamanya flight dan transit yang harus saya tempuh. Transit di Lisbon ini sekitar 2 jam, saya manfaatkan untuk merebahkan badan agar bisa rileks dan melepas sepatu serta kaos kaki saya, agar kulit kaki saya yang mulai keriput kurang oksigen bisa bernafas. Saya harus mencari tempat yang agak mojok dan sepi untuk melakukan itu.

Maskapai Nasional Portugal - TAP

Flight keempat saya pukul 18:00, rute dari Lisbon ke Porto dengan lama penerbangan sekitar 40 menit. Saya yang kelelahan mencoba untuk tetap sadar dan menahan diri agar tidak kolaps. Di dalam pesawat saya hanya terdiam sembari melihat keluar. Kondisi hujan deras selama penerbangan hingga landing, padahal sewaktu di Lisbon cuacanya sangat terik dan panas sekali.

Bandara Porto
Flight landing di Porto sekitar pukul 19:00, kondisi bandara sepi sudah tidak ada flight sepertinya. Saya menuju ke Luggage claim untuk mengambil tas saya. Setelah tas saya ambil, saya segera menuju ke pintu keluar. Menurut itinerary yang saya bawa, selanjutnya saya harus naik metro dari bandara menuju ke pusat kota. Lama perjalanan yang harus saya tempuh sekitar 40 menit, lumayan jauh ke pusat kota. 

Di Bandara ini, saya kembali kebingungan karena tidak banyak yang bisa bicara Bhs Inggris dan orang-orang sedang sibuk menyaksikan pertandingan Piala Eropa antara Portugal vs Jerman, sehingga saya harus berputar-putar untuk mencari sendiri pintu keluar, membeli tiket metro, dsb. Saya menghabiskan 1 jam di bandara ini sebelum akhirnya sepasang muda-mudi membantu saya mengkonfirmasikan rute dan moda transport menuju ke tempat tujuan saya.

Stasiun Metro Bandara Porto


Sekitar pukul 20:00 Metro yang saya naiki (yang ternyata adalah satu-satunya metro dengan rute dari Bandara ke Stadion sepakbola milik FC Porto) sampai di stasiun Metro yang saya tuju yaitu Campanha. Di Campanha yang juga merupakan stasiun kereta reguler ini saya kembali kebingungan mencari bangunan asrama yang rencananya akan menjadi tempat saya menginap.

Stasiun Metro Campanha
Ditengah rasa lelah dan capek yang melanda, serta suasana yang sudah gelap dan dingin karena barusan selesai hujan, saya akhirnya bertanya ke seseorang yang mengenakan seragam bertuliskan Seguranca (security) dan saya dalam hati berharap orang tersebut bisa berbicara Bhs Inggris.   

Alhamdulillah, orang tersebut berbaik hati mau menolong saya menunjukkan posisi asrama tempat saya menginap yang ternyata tempatnya tertutup oleh gedung tinggi sehingga tidak kelihatan dari stasiun tempat saya datang. Orang tersebut yang ternyata adalah seorang petugas keamanan gedung berbicara kepada saya dengan menggunakan Bhs Inggris dan Bhs Isyarat, mungkin melihat muka saya yang sangat kelelahan, diajak bicara sudah tidak nyambung, sehingga Bhs Isyarat menjadi solusi komunikasi tambahan yang supportif.

Tempat yang saya cari ada di belakang gedung itu, tertutupi oleh gedung
Kondisi saya memang sudah kepayahan pada saat itu, pandangan saya mulai kabur, diajak ngobrol mulai tidak nyambung, tidak tau arah mata angin karena sudah malam dan gelap, Handphone yang lowbat, dan kondisi tubuh yg mulai melemah.

Pukul 21:30 akhirnya saya tiba di asrama, disambut oleh petugas keamanan di lobby yang ternyata sudah menunggu saya (Obrigado, Diamantino Lopes). Saya pun segera diantar ke kamar saya, setelah mendapatkan briefing singkat mengenai kamar, serta panel listrik dan air kamar saya (untuk tagihan kamar), termasuk juga tanda tangan dokumen, akhirnya saya diperkenankan untuk istirahat.

Masuk kamar pukul 22:00, setelah meletakkan luggage dan tas di meja, saya langsung merebahkan diri ke kasur dengan jaket, baju, dan celana yang masih menempel serta sepatu yang masih terpasang di kaki. Selanjutnya saya sudah tidak ingat apa-apa lagi. Terbangun keesokan hari sekitar pukul 09:00 dengan kondisi kelaparan, dan badan seperti digebuki orang satu kampung.

Yang bikin gembira? Angin laut yang masuk ke dalam kamar ketika saya membuka jendela, dan suara burung camar yang bersahutan seperti mengucapkan selamat pagi dan selamat datang di Porto. Bienvenido, Ola Portugal!

Porto, kota di lembah sungai Douro dan sekaligus di tepi Samudera Atlantik


Itulah 36 jam perjalanan saya dari Jogja ke Porto....

1 comment: