Sebagai cah ndeso yang semasa
kecilnya maen aer di kali code dan selokan mataram, pergi ke luar negeri adalah
sebuah hil yang mustahal. Tidak pernah
terbersit dalam pikiran saya untuk pergi ke luar negeri, atau pergi ke suatu
tempat yang jauh dari tanah air Indonesia. Jangan kan ke luar negeri, ke
Jakarta saja saya mikir seribu kali karena gk betah panas dan macet.
Kalo ke Geylang Singapur mas?
Belum. Ke Malaysia? Belum juga. Ke negara Lesotho ASEAN lainnya? Soyo meneh dul. Lha
wong keluar Jawa saja baru dua kali, ke Bali dan ke Maros, Sulawesi Selatan. Ke
Bali karena ikut piknik taman kawak-kawak 2 hari 3 malam, ke Maros karena layat
sodara yang meninggal. Wes piye nek ngono kui?
Tapi ya yang namanya kehidupan
itu misteri. Hidup dah ada yang ngatur, yang namanya rejeki gk akan kemana dan
gk akan salah orang. Pada tahun 2012 yang lalu saya mendapatkan kesempatan
untuk ke luar negeri, waktu itu tujuannya adalah ke Portugal. Dalam hati saya
sempat ragu, belum pernah ke LN dan gk ada pengalaman ke LN tapi begitu dapat
kesempatan ke LN langsung jauh perginya ke ujung barat benua biru, di tepi
samudera atlantik sana. Setelah dipikir-pikir, ya sudahlah berangkat aja wong rejeki
juga.
Persiapan yang saya lakukan cukup ribet, harus tanya sana tanya sini (matur nuwun untuk semua yang sudah membantu saya, nuwun sanget). Bikin Paspor 48 halaman di Imigrasi, ngurus SKCK hingga ke Mabes Polri (ampun om 😂), ngurus dokumen hingga ke Kemenlu dan Kemenkumham, serta request Visa Schengen ke Kedubes Portugal. Sempat ngalami kejadian yang cukup bikin nyengir juga waktu di Jakarta, karena dikira mau eksodus dari Indonesia. Hehehe...😂😂
Dari Itinerary atau rencana perjalanan yang saya dapat, saya harus menempuh rute Jogja – Jakarta – Kuala Lumpur – Amsterdam – Lisbon – Porto. Rute perjalanan yang cukup bikin garuk-garuk kepala karena harus beberapa kali transit dan ganti maskapai. Rute itu kurang lebih 14.000 km, transit 4 kali, ganti maskapai 2 kali, dan durasi perjalanan sekitar 30 jam. We o we banget lah rutenya....😁
Maskapai yang saya gunakan adalah
Garuda Indonesia untuk Jogja - Jakarta, Jakarta – Kuala Lumpur –Amsterdam
memakai KLM Belanda, dan Amsterdam – Lisbon – Porto dengan TAP Portugal. Sedangkan
untuk persiapan saya ke Portugal ini cukup lumayan, traveling bag saya isi full
sesuai jatah kapasitas yang diberikan maskapai, dalam hal ini saya mendapatkan
20 Kg plus 8 kg 10 Kg untuk backpack saya.
Hari yang dinanti akhirnya datang
juga, saya pun akhirnya berangkat ke LN juga. Ke Yurop bulan Juni bro, kalo
kata Roxette “It’s a bright, June Afternoon”. Hehehe....
Flight pertama Jogja – Jakarta,
saya masih biasa saja. Masih semangat, cuman agak kikuk karena harus narik
luggage 20 kg kesana kemari.
Flight kedua Jakarta – Amsterdam
via Kuala Lumpur, saya deg-degan karena baru pertama kali ini “ngreyen” paspor
ijo saya dan agak merasa aneh melihat pramugari bule londo yang menyambut di
depan pintu masuk pesawat, serta sedikit amazed melihat pesawat yang berukuran
lebih gedhe dari yang biasanya saya lihat.
KLM di Bandara Soekarno-Hatta |
Waktu di dalam pesawat KLM, saya
terkagum-kagum melihat interior pesawat ; ukurannya lebar, ada 2 lajur jalan, 3
ruas kursi penumpang, video di setiap seat, dll yg mana kesemuanya merupakan
sesuatu hal yang baru buat saya. Maklum, biasanya pol mentok cuman naek Pramex
Jogja – Solo, atau Logawa Lempuyangan – Purwokerto. 😏
Setelah take off, pramugari yang
bertugas memberikan makan malam. Saya memesan chicken atau fish kalau tidak
salah. Lumayan enak juga.
Setelah sekitar 2 jam
mengangkasa, flight kembali landing di Kuala Lumpur untuk transit. Semua
penumpang di minta turun dari pesawat agar kru bisa membersihkan pesawat dan
menyiapkan segala sesuatunya untuk long flight ke Amsterdam. Ketika keluar di Kuala Lumpur,
saya tidak kemana-mana karena hanya transit sekitar 40 menit. Saya hanya duduk
di ruang tunggu menunggu kembali untuk dipanggil masuk kembali ke pesawat.
Transit di Kuala Lumpur |
Menjelang tengah malam, pesawat yang
saya tumpangi kembali mengangkasa. Makanan kembali disuguhkan bagi para
penumpang. Cukup berlimpah juga makanan dan minuman di KLM ini, beberapa
penumpang saya perhatikan mondar-mandir mengambil makanan kecil dan minuman
pada saat sebagian penumpang tertidur lelap. Saya sendiri lebih memilih untuk
menonton film yang disediakan, serta melihat bagaimana pesawat ini melaju
melalui layar yang ada di depan saya.
Sang pilot saya perhatikan memacu
pesawat Boeing 777-200 ini dengan sangat kencang, speed indicator menunjukkan speed 800-900
km/jam diatas selat malaka dan mencapai puncaknya pada 1.020 km/jam atas teluk
Benggala. Kencang sekali pesawatnya, hampir Mach 1. Mungkin karena faktor angin
juga.
Menjelang pagi hari, waktu Eropa,
pesawat mulai bersiap untuk landing di bandara Schipol Amsterdam. Sang pilot
memberikan informasi bahwa traffik penerbangan cukup padat di Schipol pada pagi
hari sehingga harus sedikit bersabar menunggu. Setelah cukup lama menunggu
pesawat pun akhirnya touch down di Schipol pada pukul 06:13 dan penerbangan kedua saya pun
berhenti disini. Welcome to Europe kata salah seorang teman saya asal Inggris ketika
menyapa saya.
Gate C, Schipol, Amsterdam |
Ada perasaan senang, excited,
bingung serta minder juga ketika keluar dari pesawat dan menjumpai pemandangan
yang berbeda. Bandara Schipol ini ternyata
sangat besar, bersih, teratur, dan sangat akomodatif. Sementara orang-orang
sudah berjalan cepat dan bahkan sebagian berlarian menuju ke luggage claim atau ke pintu
keluar, saya selama satu jam setelah keluar dari pesawat masih muter-muter di
area Gate tempat saya keluar dari pesawat tadi. Langkah kaki saya maksimal
hanya sejauh 100 meter dari Gate. Masih minder dan kagok, heheheee...
Setelah membaca ulang itinerary
yang saya bawa, mengecek ulang tiket untuk flight selanjutnya ke Lisbon, dan
mengumpulkan semangat dan kekuatan, serta merapal mantera. Saya pun mulai
memberanikan diri untuk melangkah jauh meninggalkan tempat dimana saya tadi
hanya bisa muter-muter dan celingak-celinguk gk jelas. Hal pertama yang saya
cari adalah lobby utama atau Gate untuk flight saya yang selanjutnya.
Tidak terlalu sulit untuk
menemukan Gate yang saya cari karena banyaknya papan petunjuk yang ada di
bandara ini. Gate yang saya cari ternyata tempatnya berada di lantai 2, saya pun
segera menuju ke tempat itu. Setelah melewati sedikit masalah ketika melewati metal detector petugas imigrasi yang bisa dengan
fasih mengucapkan “Terima Kasih” akhirnya saya sampai di area departure saya. Suasana di Eropa sendiri sedang hingar bingar karena pagelaran Piala Eropa sedang berlangsung.
Bandara Schipol, Amsterdam |
Jatah transit saya di Schipol ini
cukup lama, sekitar 4 jam, jadi saya punya banyak waktu untuk berkeliling,
sarapan hingga menggunakan internet yang biayanya sekitar 6 euro perjam.
Bandara Schipol ini kalau pagi
hari sangat ramai seperti pasar, tapi kalau sudah diatas jam 10 pagi suasana
mendadak sepi. Sangat kontras dengan apa yang terjadi dipagi hari. Sempat saya
hitung jumlah flight yang depart pada pagi hari, jumlahnya mencapai sekitar 500
flight. Bisa dibayangkan seperti apa padatnya dan ramainya bandara ini. Untuk
ukurannya, andai kita berjalan kaki dari terminal C ke terminal H, akan
membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Silahkan diukur sendiri kira-kira seluas apa
bandara ini.
Flight ketiga, yaitu ke Lisbon dijadwalkan
sekitar pukul 11:45 siang, pesawat datang terlambat dan semakin terlambat lagi
karena mendapat titipan bagasi dari penerbangan lain sehingga harus menunggu
lagi sekitar 30 menit untuk loading bagasi ke dalam pesawat. Suasana cukup
berbeda dengan flight sebelumnya, penerbangan ini cukup ramai dengan
orang-orang yang sibuk berbicara, tertawa. Kondisi interior pesawat juga
berbeda, kembali ke penerbangan lokal Eropa.
Pukul 13:30, Pesawat take off meninggalkan
Amsterdam menuju ke Ibukota Portugal. Lama penerbangan sekitar 2 jam. Selama
penerbangan saya tidak makan apa-apa, hanya sebungkus roti dan teh manis serta
air putih, jatah ransum dari maskapai. Pesawat landing di Lisbon sekitar tengah
hari. Time Difference antara Portugal dengan wilayah Eropa lain adalah 1 jam
karena Portugal adalah GMT +0.
Sewaktu di Bandara Lisbon ini,
saya merasa sudah kelelahan karena lamanya flight dan transit yang harus saya tempuh.
Transit di Lisbon ini sekitar 2 jam, saya manfaatkan untuk merebahkan badan agar
bisa rileks dan melepas sepatu serta kaos kaki saya, agar kulit kaki saya yang
mulai keriput kurang oksigen bisa bernafas. Saya harus mencari tempat yang agak
mojok dan sepi untuk melakukan itu.
Maskapai Nasional Portugal - TAP |
Flight keempat saya pukul 18:00,
rute dari Lisbon ke Porto dengan lama penerbangan sekitar 40 menit. Saya yang
kelelahan mencoba untuk tetap sadar dan menahan diri agar tidak kolaps. Di
dalam pesawat saya hanya terdiam sembari melihat keluar. Kondisi hujan deras
selama penerbangan hingga landing, padahal sewaktu di Lisbon cuacanya sangat terik dan panas
sekali.
Bandara Porto |
Flight landing di Porto sekitar
pukul 19:00, kondisi bandara sepi sudah tidak ada flight sepertinya. Saya
menuju ke Luggage claim untuk mengambil tas saya. Setelah tas saya ambil, saya
segera menuju ke pintu keluar. Menurut itinerary yang saya bawa, selanjutnya
saya harus naik metro dari bandara menuju ke pusat kota. Lama perjalanan yang
harus saya tempuh sekitar 40 menit, lumayan jauh ke pusat kota.
Di Bandara ini, saya kembali
kebingungan karena tidak banyak yang bisa bicara Bhs Inggris dan orang-orang sedang sibuk menyaksikan pertandingan Piala Eropa antara Portugal vs Jerman, sehingga saya
harus berputar-putar untuk mencari sendiri pintu keluar, membeli tiket metro,
dsb. Saya menghabiskan 1 jam di bandara ini sebelum akhirnya sepasang
muda-mudi membantu saya mengkonfirmasikan rute dan moda transport menuju ke
tempat tujuan saya.
Stasiun Metro Bandara Porto |
Sekitar pukul 20:00 Metro yang
saya naiki (yang ternyata adalah satu-satunya metro dengan rute dari Bandara ke
Stadion sepakbola milik FC Porto) sampai di stasiun Metro yang saya tuju yaitu
Campanha. Di Campanha yang juga merupakan stasiun kereta reguler ini saya
kembali kebingungan mencari bangunan asrama yang rencananya akan menjadi tempat
saya menginap.
Stasiun Metro Campanha |
Ditengah rasa lelah dan capek
yang melanda, serta suasana yang sudah gelap dan dingin karena barusan selesai
hujan, saya akhirnya bertanya ke seseorang yang mengenakan seragam bertuliskan Seguranca (security) dan saya dalam hati berharap orang tersebut bisa berbicara
Bhs Inggris.
Alhamdulillah, orang
tersebut berbaik hati mau menolong saya menunjukkan posisi asrama tempat saya
menginap yang ternyata tempatnya tertutup oleh gedung tinggi sehingga tidak
kelihatan dari stasiun tempat saya datang. Orang tersebut yang ternyata adalah
seorang petugas keamanan gedung berbicara kepada saya dengan menggunakan Bhs
Inggris dan Bhs Isyarat, mungkin melihat muka saya yang sangat kelelahan,
diajak bicara sudah tidak nyambung, sehingga Bhs Isyarat menjadi solusi
komunikasi tambahan yang supportif.
Tempat yang saya cari ada di belakang gedung itu, tertutupi oleh gedung |
Kondisi saya memang sudah
kepayahan pada saat itu, pandangan saya mulai kabur, diajak ngobrol mulai tidak
nyambung, tidak tau arah mata angin karena sudah malam dan gelap, Handphone
yang lowbat, dan kondisi tubuh yg mulai melemah.
Pukul 21:30 akhirnya saya tiba di
asrama, disambut oleh petugas keamanan di lobby yang ternyata sudah menunggu
saya (Obrigado, Diamantino Lopes). Saya pun segera diantar ke kamar saya, setelah mendapatkan briefing
singkat mengenai kamar, serta panel listrik dan air kamar saya (untuk tagihan
kamar), termasuk juga tanda tangan dokumen, akhirnya saya diperkenankan untuk
istirahat.
Masuk kamar pukul 22:00, setelah
meletakkan luggage dan tas di meja, saya langsung merebahkan diri ke kasur
dengan jaket, baju, dan celana yang masih menempel serta sepatu yang masih terpasang di
kaki. Selanjutnya saya sudah tidak ingat apa-apa lagi. Terbangun keesokan hari
sekitar pukul 09:00 dengan kondisi kelaparan, dan badan seperti digebuki orang
satu kampung.
Yang bikin gembira? Angin laut
yang masuk ke dalam kamar ketika saya membuka jendela, dan suara burung camar
yang bersahutan seperti mengucapkan selamat pagi dan selamat datang di Porto. Bienvenido, Ola Portugal!
Porto, kota di lembah sungai Douro dan sekaligus di tepi Samudera Atlantik |
Itulah 36 jam perjalanan saya dari Jogja ke Porto....
Keren dn luar biasa...smg bs kesana
ReplyDelete